Kamis, 05 Maret 2009

alga

PENDAHULUAN

Manusia telah memanfaatkan rumput laut sejak dahulu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sekitar 70 % permukaan bumi wilayah Indonesia adalah lautan yang di dalamnya terkandung organisme tumbuhan dan hewan dalam jumlah yang berlimpah dan tingkat keanekaragaman yang tinggi. Hal ini merupakan peluang sekaligus tantangan untuk memanfaatkan dan mengembangkannya dibidang pangan, kesehatan dan lingkungan.(1)
Kabupaten Garut yang memiliki wilayah pantai yaitu kira-kira sepanjang 75 km memiliki kemampuan untuk mengembangkan kekayaan laut salah satuanya adalah jenis alga.(2)
Alga laut yang hidup di dasar laut (bentik) dikenal dengan bermacam-macan nama, misalnya ganggang, agar-agar atau rumput laut.(3) Sampai saat ini rumput laut hanya dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat pesisir terutama sebagai bahan pangan, selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai obat. (2)
Sebagian besar rumput laut tumbuh dari tempat dangkal yang berada di dalam laut dan samudra. Rumput laut bias membuat dan mensintesis campuran organik dari campuran seperti air dan karbondioksida, dimana jika ada cahaya dapat digunakan sebagai sumber energi, hal ini disebabkan dari fotosintesis pigmen dimana bentuknya berbeda-beda, misalnya klorofil (hijau), karateniod (jingga, coklat), fikobilin (merah dan buru), dan masih banyak lagi bentuk dari pigmen. Mereka diberi nama setelah dikelompokkan berdasarkan banyak pigmen fotosintesis yang lebih dominan. Sehingga berdasarkan kelompoknya mereka dinamakan alga merah, alga coklat, alga hijau, dan alga biru-hijau. (4)
Berbagai jenis makro alga tersebar di wilayah perairan Indonesia memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan dalam industri farmasi, salah satunya adalah alga coklat yang dapat menghasilkan alginat. Bentuk alga coklat bervariasi, biasanya berwarna coklat atau pirang. Warna tersebut stabil pada sebagian alga jika sudah mati, sedangkan beberapa yang lainnya akan berubah. Ukuran talus lebih besar dari alga hijau dan merah, bisa mencapai tinggi ± 3 meter. (5)
Algin adalah salah satu bahan yang dikandung oleh Phaeophyceae dikenal dalam dunia induatri dan perdagangan karena banyak manfaatnya, dan dibidang industri kosmetik, farmasi maupun tekstil. Algin dapat diektraksi dari alginophyt yaitu kelompok Phaeophyceae (3).
Alginat merupakan komponen utama dari dinding sel alga coklat dan dapat dikomersilkan sebagai gel, pengikat, stabilisator, emulsifier, dalam pembuatan makanan insustri cat, dan dalam bidang farmasi.(6) Natrium alginat mempunyai pasaran yang tinggi dan banyak dimanfaatkan.
Turbinaria merupakan jenis alga coklat yang umum ditemukan diperairan Indonesia. Ada tiga jenis turbinaria yang ditemukan diperairan Indonesia yaitu Turbinaria ornata, Turbinaria conoides dan Turbinaria decurrens.
Penelitian tentang Turbinaria conoides belum dilakukan secara mendalam dan masih sedikit sekali. Sehubungan dengan itu, penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mencari metode isolasi alginat. Hal ini sangat bermanfaat mengingat penggunaan alginat yang luas di berbagai industri faramasi, kosmetik, makanan. Alginat dari jenis Turbinaria conoides dapat diisolasi dengan cara ekstraksi. Pemisahan dilakukan dengan metode pengendapan atau pembekuan. Pengamatan bentuk fisik alginat dilakukan terhadap hasil kedua metode tersebut. Alginat yang diisolasi selanjutnya dimurnikan dan diidentifikasi dilakukan dengan menggunakan spektroskopi infra merah atau UV untuk penentuan jenis alginat yang terkandung dalam Turbinaria conoide. Pengujian alginat dilakuakan menurut USP XXIII (National Formulary XVIII) dan pemeriksaan karakteristik menurut Handook of Pharmaceutical Excipients.




Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi masalah yaitu penentuan metode yang tepat untuk isolasi alginat sehingga dihasilkan alginat dengan kualitas yang baik.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi kandungan alginat dari Turbinaria conoides yang diambil dari daerah Pantai Karangpapak Kecamatan Cikelet Kabupaten Garut.




















BAB I
TINJAUAN PUSTAKA


1.1 Tinjauan Botani
Salah satu jenis tanaman laut dari jenis alga coklat yang terdapat diperairan Indonesia Turbinaria conoides (J.Agardh) kuetzing, yang mempunyai tinjauan botani meliputi klasifikasi, nama daerah dan morfologi.

1.1.1 Klasifikasi Tumbuhan
Klasifikasi dari Turbinaria conoides (J.Agardh) kuetzing, secara sistematika taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut :
Divisi : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Suku : Sargassaceae
Marga : Turbinaria
Jenis : Turbinaria conoides (J.Agardh) Kuetzing

1.1.2 Nama Daerah
Masyarakat di daerah pesisir pantai Pamneungpeuk kecamatan Cikelet kabupaten Garut menyebut tanaman ini dengan nama “Panyariban”.

1.1.3 Ekologi dan Penyebaran
Rumput laut kelas Phaeophyceae (sargasum) seperti halnya makroalga yang lain dapat tumbuh hampir diseluruh bagian Indonesia sampai batas kedalaman ± 200 meter di bawah permukaan laut, dimana batas syarat hidupnya masih memungkinkan. Rumput laut ini hidup sebagai fitobentos dengan menancapkan atau meletakan rumput tersebut pada substrat limpur, karang, fragmen karang mati, kulit kerang, batu ataupun kayu. Ada pula yang melekat pada tanaman lain yang bersifat epifitik. Faktor-faktor oseanografik (fisika, kimia dan dinamika) dan keseragaman substrat sangatlah menentukan terhadap pertumbuhan rumput laut. (7)

1.1.4 Morfologi
Alga termasuk ke dalam divisi Thallophyta (tumbuhan bertalus) yaitu tumbuhan yang mempunyai struktur kerangka tubuh yang tidak berdaun, berbatang dan berakar, semua terdiri dari oleh batang (talus).(3)
Alga laut terdiri dari alga bentik dan alga planktonik. Alga bentik termasuk jenis yang tumbuh melekat pada suatu substrat, yang banyak diperdagangkan dan terdiri dari alga hijau (Chlorophyta), alga merah (Rhodophyta), dan alga coklat (Phaeophyta), sedangkan alga planktonik berukuran mikroskopik, hidupnya melayang atau mengapung dan gerakannya mengikuti gerakan air.(8)
Kelompok ini memiliki bentuk yang bervariasi tetapi hampir sebagian besar jenis-jenisnya berwarna coklar atau pirang. Warna tersebut tahan tidak berubah walaupun alga ini mati atau kekeringan. Talus berbentuk lembaran, bulatan atau batangan yang bersifat lunak atau keras. Mengandung pigmen fotosintetik yaitu karitin, fukosantin, klorofil a dan c. Warna pirang atau coklat. Dalam dinding sel terdapat sellulosa dan asam alginat. Produk fotosintesisnya adalah polisakarida yang terdiri dari asam guluronat, manuronat, manitol dan laminaran. Turbinaria conoides (J.Agardh) Kuetzing ini memiliki warna coklat kekuning-kuningan sampai coklat gelap dan mempunyai tinggi sekitar 1,5 m.(9)














Gambar 1 Struktur Fukosterol

1.2 Kegunaan
Rumput laut jenis Turbinaria conoides (J.Agardh) Kuetzing ini belum banyak dimanfaatkan karena belum diketahui kegunaannya. Dari beberapa penelitian yang telah dipublikasikan rumput laut jenis ini digunakan sebagai sumber iodin, alginat dan mengandung sterol, serta sebagai salad.(1, 3, 10, 11)

1.3 Kandungan Kimia
Telah diketahui bahwa kendunagan rumput laut adalah alginat, karagenan dan agar. Kelas Phaeophyceae secara umum mengandung alginat, iodine dan steroid.(12)
1.3.1 Alginat
a. Devinisi Alginat
Asam alginik (alginic acid) atau Alginat adalah polisakarida yang merupakan atau berasal dari getah selaput (membran mucilage) dari alga coklat Phaeophyceae(3). Istilah alginat biasanya ditunjukan untuk asam alginat dan garam-garam dari asam alginat. Selain itu alginat juga merupakan nama dagang dari Na alginat. Alginat dapat dihasilkan dari alga coklat seperti Laminaria, Microcystis, Sargassum, Ascophyllum, Ecklonia, Eisenia, dan Turbinaria. Di Indonesia alga coklat penghasil alginat yang banyak dijumpai adalah Sargasum dan Turbinaria(13), Turbinaria biasanya mempunyai kandungan asam alginat yang lebih tinggi (20-22%) dari sargassum (13-18%).(14)








Gambar 2 Struktur Asam Alginik

b. Khasiat dan Penggunaan
• Didang Farmasi
Alginat dan asam alginat biasanya digunakan dalam potologi pencernaan. Secara umum dikombinasikan dengan natrium bikarbonat dan alumunium hidoksida. Garam natrium dari β-poli asam-manuronat digunakan sebagai tambahan dalam pembatasan makanan untuk mengobati obesitas.(15)
Kalsium alginat sudah diketahui sebagai media koagulasi darah yang paling efektif (16). Kalsium alginat juga diketahui membentuk wool atau kain kasa hemostatik yang apabila kontak dengan darah dan eksudat, alginat akan membentuk serabut gel, yang menyebabkan penghentian pendarahan. Pada teknologi farmasi, alginat digunakan juga sebagai zat pengental, pengikat (penstabil, emulasi, sespensi). Disintegrator (formulasi tablet) juga digunakan dalam formulasi yang tahan terhadap keasaman lambung (kapsul dengan salut enterik) (15).

• Bidang kosmetik
Dalam industri kosmetik, sabun dan deterjen, alginat dengan viskositas yang berbeda merupakan bahan penolong yang penting sebagai pengental dan zat pendispersi dalam produk seperti salep, krim, jeli, emulsi, cairan, lotion, pasta gigi, bedak padat, sabun dan kosmetik rambut. Alginat digunakan sebagai penstabil busa dalam industri sabun dan deterjen. Alginat memiliki kerjasama yang baik dengan bahan penstabil lain seperti pati, gum, pektin, dan lain-lain (13). Krim kulit dan krim kecantikan, juga emulasi biasanya mengandung alginat yang dianggap memiliki sifat yang baik secara dertamologi (16).
• Makanan
Sifat alginat yang tidak beracun, digunakan pada industri makanan seperti pada pembuatan es krim sebagai stabilisator dan mencegah terjadinya kristal es. Alginat digunakan pada makanan dingin untuk meningkatkan tekstur selama proses freez-thaw. Dalam sirup sebagai suspensi padat, pada salad dan saus sebagai emulsifer. Sifat gel dari alginat untuk menyiapkan campuran puding, pengisi kue, dan makanan yang dihasilkan pabrik (16).
• Industri
Alginat digunakan sebagai lapisan kertas, industri katun tekstil dan cat, keramik, bahan pembuat tablet, alat pengkilap, juga digunakan dalam plastik, vulkanite fiber, industri kulit imitasi, produk gelas dan industri gambar (14).




c. Sifat Fisika Alginat
• Pemerian
Natrium alginat tidak berbau dan tidak berasa, serbuk putih, kuning sampai coklat muda.
• Kelarutan
Semua senyawa alginat larut dalam air panas maupun air dingin tetapi asam alginat (7) dan Kalsium alginat tidak larut dalam air (3).
• Viskositas
Viskositas larutan alginat menurun dengan meningkatnya suhu. Pengaruh pH 4-10 terhadap viskositas sanagtlah kecil. Pada selang pH 5-10 larutan alginat stabilpada suhu kamar untuk jangka waktu yng lama. Jika dalam larutan terdapat sejumlah kecil ion Ca2+ atau ion-ion logam lain yang bervalensi dua atau tiga, maka alginat dapat membentuk gel pada suhu kamar, atau tanpa ion-ion tersebut pada pH ≤ 3 dapat membentuk gel pada suhu kamar (13). Viskositas paling stabil pada pH ± 7. Pada pH di bawah 4 viskositas cenderung meningkat (7). Bersasarkan penjelasan menurut Komogawa Cheical industry Co., Ltd., Jepang, viskositas Na alginat dikelompokkan kedalam lima kelompok, yaitu ekstra tinggi 100 cps, tinggi 500 cps, medium 300 cps, ekstra rendah 20-30 cps. Pengukuran dilakukan terhadap 1 % larutan alginat pada suhu 20 oC (13). Pada umumnya alginat dari sargassum dan turbinaria mempunyai viskositas rendah, tapi dapat membentuk gel yang bagus.
• Gelatinisasi
Pada konsentrasi tertentu larutan alginat akan menjadi gel bila asam atau logam-logam polivalen ditambahkan pada natrium, kalium atau amonium alginat. Kemampuan alginat membentuk gel secara reaksi dengan garam kalsium merupakan sifat yang penting. Biasanya sebagai sumber kalsium adalah kalsium karbonat, kalsium sulfat, dan kalsium klorida (7). Larutan natrium alginat 1-12 % akan menjadi keras seperti gel oleh penambahan kalsium atau ion-ion bervalensi 2(Ba2+, Pb2+, dan Sr2+) (14). Semakin tinggi konsentrasi alginat dan derajat polimerisasinya, semakin kuat gel yang terbentuk. Kekuatan gel dapat dikontral atau diatur sehingga dapat dihasilkan gel yang lunak atau lembut, yang elastis, yang keras ataupun yang kaku (13).
d. Sifat Kimia Alginat
Alginat terdiri dari satuan-satuan asam D-mannopiranosil uronat (=M) dan asam L-gulopiranosil uronet (=G). Molekul alginat merupakan kopolimer dari satu rantai yang terdiri dari monomer-monomer M, satu rantai yang terdiri dari monomer-monomer G, dan satu rantai yang terdiri dari monomer-monomer M dan G berselang-seling. Perbandingan M dan G berbeda-beda pada setiap jenis alga penghasil alginat. Hal ini akan mempengaruhi sifat-sifat alginat (13).







Gambar 3 Struktur Asam Alginat
















Gambar 4 Struktur Asam Alginat (Blok G-M)
Krterangan : (I) blok guluronat
(II) Blok manuronat

e. Isolasi Alginat
Pada isolasi alginat, tahap pertama adalah menghilangkan senyawa yang larut air dan mereduksi bahan menjadi ukuran yang sesuai untuk proses selanjutnya. Alginat diekstraksi dengan menggunakan natrium karbonat dan disaring, lalu filtrat diputihkan. Ditambahkan kalsium klorida untuk mendapatkan endapan garam kalsium. Kemusian ditambahkan asam klorida untuk mengubah garam kalsium menjadi asam alginat. Asam alginat diubah menjadi garam natrium dengan penambahan alkali yang sesuai. Garamnya kemudian dikeringkan. (4)
Pengandapan dengan alkohol merupakan metode yang efektif untuk menghilangkan natrium alginat dari zat pewarna, tetapi pengendapan dengan asam atau kalsium lebih efektif untuk menghilangkan protein atau fukoidan yang pada umumnya terdapat pada ekstrak. (17)
Penggunaan senyawa oksidator seperti pemutih, digunakan untuk memperbaiki warna (17). Endapan kalsium alginat biasa diputihkan dengan larutan natrium hipoklorit 1 %. (18)
Natrim alginat diekstraksi dengan natrium karbonat 0,8 %. Perlakuan dengan natrium karbonat dapat dilakukan pada suhu 85 oC selama 4 jam.(19)
Produk akhir alginat yang masih mengandung kontaminan dan zat warna perlu dimurnikan karena senyawa kontaminan tersebut akan mengganggu sifat viskositas produk akhir. Pemurnian dapat dilakuakan dengan pencucian memakai air atau alkohol. Produk akhir alginat dalam bentuk serbuk atau tepung diperoleh dengan pengeringan pada suhu tidak terlalu tinggi. Proses ini biasanya didahului oleh pengepresan atau sentrifuse untuk menghilangkan kandungan air dari tepunga alginat. (8)

1.3.2 Steriod
Pada dasarnya steroid dihasilkan di dalam tubuh melalui sistem endokrin. Pada kenyataannya streoid juga dapat disintesis di dalam tbuh hewan di samping itu dapat ditemui dalam tanaman.
Pada umumnya streoid dapat diekstraksi dari beberapa ganggang laut termasuk kelas Phaeophyceae. Fukosterol adalah streoid yang merupakan kelompok senyawa triterpenoid. Terpenoid berasal dari molekul isoprena CH2 = C(CH3) – CH = CH2 dan kerangka karbonnya dibangun dari rangkaian 5 atom C ini. Terpenoid terdiri atas beberapa golongan, yaitu monoterpena dan seskuiterpen yang mudah menguap seperti minyak atsiri (C10 dan C15) diterpen yang lebih sukar meguap (C20), senyawa cenderung atau tidak mudah menguap seperti triterpenoid dan sterol (C30) dan pigmen karotenoid (C40).
Dari uaraian diatas triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan isoprena dan merupakan turunan skualena (C30 asiklik). Uji yang spesifik menggunakan pereaksi liebermen-Burchard (anhidrat asetet-asam sulfat pekat) yang memberi warna hijau-biru. Triterpenoid terdiri atas beberapa senyawa yaitu teriterpena sebanarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. (20)
Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cairan siklopentana perhidrofenantrena. Syawa sterol banyak ditemukan di dalam jaringan timbuhan dalam bentuk bebas atau bentuk glikosida berikatan dengan gula.
Senyawa streol secara umum dalam tumbuhan adalah fitisterol terdiri dari sistosterol, stigmasterol dan kompresterol. Sterol tertentu terdapat dalam fungi yaitu ergistreol, dalam alga coklat terdapat fukosterol dan sesepora kolesterol terdapat dalam alga merah. Fukostreol yang merupakan komponen Phaeophyceae bermanfaat antara lain untuk hormon seks dan steroid lainnya.


















BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian meliputi penyiapan bahan, identifikasi pemeriksaan karakteristik simplisia dan penafisan fitokimia.
Penyiapan bahan meliputi determinasi tumbuhan, pengumpulan bahan (Turbinaria conoides (J.Agardh) Kuetzing), sortasi basah, pencucian, pengeringan, sortasi kering, dan penyimpanan simplisia. (21)
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar abu total, kadar abu yang tidak larut asam, penetapan kadar abu larut air, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air dan penetapan kadar sari larut etanol berdasarkan Materia Medika Indonesia. Penapisan fitokimia menggunkan metode Fransworth yang meliputi pemeriksaan kandungan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon, steroid/triterpenoid.(22,23)
Pemeriksaan alginat hasil isolasi dan alginat dari pasaran diperiksa menurut USP XXIII (National Formulary XVIII) dan Handbook of Pharmaceutical Excipients.
Pada isolasi alginat, serbuk simplisia dicuci dengan air panas kemudian direndam dengan kaporit selama 1jam, 2 jam dan tanpa perendaman. Kemudian dilakukan praekstraksi dengan konsentrasi asam klorida 1 N.
Praekstraksi dengan menggunkan asam klorida 1 N dilakukan pada suhu 60 oC selama 3 jam. Setelah disaring diekstraksi dengan natrium karbonat pada suhu 85 oC selama 4 jam, selanjutnya dilarutkan dalam air panas untuk mendapatkan endapan kalsium alginat. Untuk memperbaiki warna ditambahkan natrium hipoklorit. Penambahan natrium karbonat untuk mengubah endapan kalsium alginat menjadi larutan natrium aginat. Pemurnian dilakukan dengan menambah asam klorida 2 N sampai pH 3. Asam alginat yang terebentuk ditambah natrium karbonat sampai pH 7, kemudian natrium alginat yang diperoleh dikeringbekukan.
Pemeriksaan alginat yang diperoleh dengan alginat yang ada di pasaran meliputi identifikasi, susut pengeringan, uji batas mikroba, kadar abu total, kandungan logam timbal, juga dilakuakn pemeriksaan terhadap pemerian, viskositas, dan kelarutan. Karaktreisasi alginat dilakuakn dengan spektrofotometer ultraviolet dan spektrofotometer infra merah.























BAB III
BAHAN DAN ALAT


3.1 Bahan
Turbinaria conoides (C. Agardh ) kuetzing, kloralhidrat, asam klorida, natrium hipoklori, natrium karbonat, kalsium klorida, asam sulfat, toluena, amonia klorofom, preaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, alkohol, serbuk magnesium, amil alkohol, besi (III) klorida, natrium hidroksida, eter, pereaksi Liebermann-Burchard, pereaksi Molish, gelatin.

3.2 Alat
Krus pijar, geas kimia, kertas saring, alat destilasi, mortir dan stamper, tabung reaksi, gelas ukur, cawan penguap, batang pengaduk, mikroskop, kaca objek, corong, kertas pH, termometer, eksikator, kaca arloji, kain batis, cawan petri, alat pengering beku, viskometer Brookefield LVDV-II, Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel (Hewlett packard HP 8452), Spektrofotometer Infra Merah (FTIR Perkin Elmer 1600 seriaes), Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu AA-680 Merk).










BAB IV
RANCANGAN KERJA


4.1 Penyiapan Bahan
Penyiapan bahan meliputi pengambilan dan pengolahan bahan (sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, dibuat serbuk/penghalusan).
4.1.1 Pengimpulan Bahan Baku
Tanaman yang diteliti yaitu Turbinaria conoides (J.Agardh) Kuetzing dikumpulkan dari daerah pesisir Pantai Karangpapak Kecamatan Cikelet Kabupaten Garut. Pengumpulan dilakukan pada saat pantai sedang surut yaitu pada sore dan pagi hari.
4.1.2 Determinasi Bahan
Bahan yang telah dikumpulkan identitasnya ditentukan dengan melakukan detarminasi di ITB, Bandung. Untuk keperluan ini bahan diawetkan dalam etanol 70%.
4.1.3 Pengolahan Bahan Baku
Bahan baku yang masing basah diolah lebih lanjut menjadi simplisia kering yang dapat disimpan.(21)
i. Sortasi Basah
Alga laut dipisahkan dari jenis alga lain yang hidup berkoloni dengan Turbinaria conoides (J.Agardh) Kuetzing di laut dan material lain.
ii. Pencucian
Alga laut kemudian dicui dengan air bersih untuk menghilangkan garam laut yang menempel.



iii. Pemotongan
Alga laut yang basah masih berupa talus yang panjang, dipotong-potong menjadi bahan yang lebih kecil untuk mempermudah pengeringan dan penyimpanan lebih lanjut.
iv. Pengeringan
Alga laut yang telah bersih dikeringkan dengan cara menjemur di bawah sinar matahari hingga kering benar (simplisia rapuh).
v. Sortasi Kering
Setelah pengeringan, simplisia dibersihkan dari material yang masih menempel pada simplisia kering, dari serangga dan lain-lain.
vi. Pembuatan Serbuk Simplisia
Simplisia kering dan bersih kemudian dikurangi ukurannya dengan cara dibuat serbuk menggunakan alat penggilingan. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar.
4.2 Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karaktristik terhadap Turbinaria conoides (J.Agardh) Kuetzing dilakukan menurut metode yang tercantum pada Materia Medika Indonesia. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu larut air, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol.(22,24)
4.2.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap tumbuhan segar. Pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan dengan mengamati sayatan melintang thalus, dengan mikroskop menggunakan pelarut kloralhidrat untuk melihat karakteristk khas dari Turbinaria conoides (J.Agardh) Kuetzing.




4.2.2 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2-3 gram uang telah digerus, ditimbang seksama, dimasukan kedalam krus platina atau silikat yang telah dipijar dan ditara. Bahan diratakan, dipijarkan perlahan-lahan sampai arang habis, didinginkan, ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, disaring melalui kertas saring dalam krus yang sama. Dimasukkan filtrat ke dalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
4.2.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit. Dikumpulkan bagian yang telah larut asam, disaring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap lalu ditimbang. Dihitung kadar abu tidak alrut asam terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.
4.2.4 Penetapan Kadar Abu Larut Air
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit. Dikumpulkan bagian yang tidak larut, disaring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas dan dipijarkan selama 15 menit pada suhu yang tidak lebih dari 450 oC hingga bobot tetap lalu ditimbang. Dihitung kadar abu larut air terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
4.2.5 Penetapan Susut Pengeringan
Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap dari suatu zat. Proses berikut dilakukan sebagai berikut :
Ditimbang 1-5 gram sampel dalam bobot timbang dangkal tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan yaitu 105 oC selama 30 menit dan telah dikeringkan. Zat dalam botol timbang diratakan dengan cara digoyangkan botolnya hingga terdapat lapisan setebal 1-10 mm, dimasukan kedalam ruang pengering dan tutupnya dibuka. Dikeringkan pada suhu 105 oC hingga botol tetap. Botol harus segera ditutup jika lemari pengering dibuka. Botol dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan dingin sampai suhu kamar.bobot ditimbang.
4.2.6 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan secara destilasi. Tabung penerima dan pendingin dibersihkan dengan pencuci, dibilas dengan air dan dikeringkan dalam lemari pengering. Ke dalam labu kering dimasukkan sejumlah zat yang ditimbang secara sekama yang diperkirakan mengandung 2-4 ml air. Dimasukkan 200 ml toluena kedalam labu penerima melalui alat pendingin. Labu dipanaskan dengan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mulai mendidih kecepatan penyulingan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit. Tabung penerima dibiarkan mendingin hingga suhu kamar. Setelah air dan toluene memisah sempurna volume air dalam tabung dapat dihitung.
4.2.7 Penetapan Kadar Sari Larut Air
Serbuk simplisia terlebih dahulu dikeringkan diudara, kemudian 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan meggunakan 100 ml air kloroform P, dalam labu tersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian bibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, dan 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, kemudian dipanaskan sisa pada suhu 105 oC hingga botol tetap. Kadar dihitung terhadap bobot bahan yang telah dikeringkan.
4.2.8 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Serbuk simplisia terlebih dahulu dikeringkan diudara, kemudian 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan meggunakan 100 ml etanol (95%), menggunakan labu tersumbat sambil berkali-kali dikocok elama 6 jam pertama dan kemudain dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol. Kemudaian 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, kemudian sisa dipanaskan pada suhu 105 oC hingga bobot tetap yang sudah dikeringkan.

4.3 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan terhadap senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, tanin dan steroid/triterpenoid.
4.3.1 Pemeriksaan Golonhan Alkaloid
Sebanyak 2 gram serbuk ditambahkan 5 ml amonia, digerus dalam lumpang. Kemudian ditambahkan 20 ml kloroform, gerus kuat dan saring, hingga diperoleh filtrat (larutan A). Sedikit larutan A diteteskan pada kertas saring, kemudian diteteskan pereaksi Dragendorff. Warna jingga pada kertas saring menunjukkan adanya kandungan senyawa alkaloid. Selanjutnya larutan A diekstraksi dua kali dengan menggunakan asam klorida 10% v/v. Dimasukan kedalam tabung reaksi masing-masing 5 ml, kemudian masing-masing tabung diuji dengan menggunakan pereaksi Dargendorff dan pereaksi Meyer. Apabila terbentuk endapan merah pada pengujian menggunakan perekasi Dragendorff dan endapan putih pada pengujian menggunakan pereaksi Meyer berarti positif mengandung alkaloid.
4.3.2 Pemeriksaan Golongan Senyawa Flavonoid
Sebanyak 1 gram serbuk ditambahkan 100 mlair panas, didihkan selama 15 menit, disaring (filtrat disebut larutan C). Ke dalam larutan C ditambahkan sedikit serbuk magnesium, perlahan-lahan diteteskan dicampuran etanol 50% dengan asam klorida (1:1 v/v). Kemudian ditambahkan amil alkohol dan kocok. Biarkan memisah. Apabila terbentuk warna kuning, jingga atau merah pada lapisan amil alkohol berarti positif mengandung flavonoid.



4.3.3 Pemeriksaan Golongan Saponin
Sebanyak 10 ml larutan C dikocok vertikal dalam tabung reaksi selama 10 menit . Apabila terbentuk busa yang stabil dalam 10 menit dengan penambahan asam klorida, berarti positif mengandung saponin.
4.3.4 Pemeriksaan Golongan Senyawa Tanin
Tambahkan 10 ml air panas ke dalam 1 gram serbuk bahan dididihkan selama 15 menit, disarig. Tambahkan larutan besi (II) klorida ke dalam 5 ml filtrat yang diperoleh. Apabila terbentuk warna biru atau ungu sampai hitam, berarti positif tanin. Ke dalam 5 ml larutan yang sama ditambahkan larutan gelatin, apabila terbentuk endapan putih berarti positif tanin.
Dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui golongan senyawa tanin tersebut:
Ke dalam 5 ml larutan A ditambahkan pereaksi Steasny, yaitu campuran formalin 30 % dengan asam klorida pekat (2:1), Kemudian dipanaskan menggunakan tangas air. Apabila terbentuk warna merah muda maka positif mengandung tanin katekat. Hasil dari penentuan tanin katekat disaring, filrat dijenuhkan dengan natrium asetat dan ditambahkan larutan besi (III) klorida 1 %. Apabila terbentuk warna biru, berarti positif tanin galat.
4.3.5 Pemeriksaan Golongan Senyawa Kuinon
Ditambahkan 100 ml air panas ke dalam 1 gram serbuk bahan kemudian dididihkan selama 15 menit, disaring. Ditambahkan beberapa tetes larutan natrium hidroksida 1 N. Apabila terbentuk warna merah berarti posiif kuinon.
Apabila hasil pemeriksaan tanin menunjukan hasil yang positif, maka dapat dilakukan pengujian kuinon sebagai berikut :
Sebanyak 2 gram serbuk simplisia dimaserasi dengan 10 ml HCl 10 % selama beberapa jam. Larutan disaring dan dibagi menjadi dua, dimana satu bagian diekstraksi dengan benzena, bagian kedua diekstraksi dengan campuran eter : kloroform (2:1), kedua fase organik masing-masing dikeringkan sengan Na2SO4 anhidrat kemudian diuapkan sampai sepersepuluhnya (± 0,5 ml). Kedua ekstrak tersebut masing-masing dikocok dengan larutan NaOH 30 %. Apabila terbentuk warna merah, jingga atau violet pada fase air berarti positif mengandung kuinon.
4.3.6 Pemeriksaan Golongan Senyawa Steroid/Triterpenoid
Sebanyak 1 gram serbuk dimaserasi dengan 10 ml eter selama 2 jam, kemudian maserat diuapkan sampai didapat residu. Pada residu ditambhakna 2 tetes asam asetat dan 1 tetes asam sulfat. Apabila terbentuk warna merah, hijau, ungu, biru berarti positif mengandung sterol/terpenoid.
4.3.7 Pemeriksaan Golongan Senyawa Polisakarida
Sebanyak 1 gram serbuk dididihkan denagn 100 ml air, filtrat disaring dan dikeringkan pada cawan penguap. Filtrat kering ditambahkan asam sulfat pekat dan pereaksi Molisch. Apabila terbentuk warna merah ungu berarti positif mengandung polisakarida.

4.4 Isolasi Alginat
Tahapan Isolasi alginat dilakukan sebagai berikut :
a. Perendaman dengan kaporit selama 1 jam, dilakukan pemutihan dengan natrium hipoklorit.
b. Perendaman dengan kaporit selama 2 jam, dilakuakn pemutihan dengan natrium hipoklorit.
c. Tanpa perendaman dengan kaporit dan tanpa pemutihan dengan natrium hipoklorit.
Prosedur :
Sebanyak tiga cuplikan masing-masing 100 gram serbuk dicuci dengan air panas, lalu masing-masing direndam dengan kaporit selama 1 jam, 2 jam dan tanpa kaporit, kemudian disaring dan dicuci sampai bersih.
Alga dipanaskan selama 3 jam pada suhu 60 oC dengan asam klorida 1 N, residu dicuci dengan air suling sampai netral. Kemudian diekstraksi dengan natrium karbonat 0,8 % selama 4 jam pada suhu 85 oC.
Larutan natrium alginat diendapkan dengan kalium klorida 1 N, dikocok secara terus menerus untuk mendapatkan endapan kalsium alginat, kemudian disaring dan dicuci. Endapan kalsium alginat ditambah dengan natrium hipklorit 1 % berfungsi untuk memperbaiki warna, kemudian disaring dan dicuci sampai bersih.
Endapan kalsium alginat diubah menjadi larutan natrium alginat dengan menambahkan natrium karbonat, kemudian disaring. Proses pemurnian dilakukan dengan menambahkan asam klorida 2 N samapi pH 3.
Asam alginat yang terbentuk ditambah natrium karbonat sampai pH 7 untuk mendapatkan larutan natrium alginat, kemudian dikeringbekukan.

4.5 Pemurnian Alginat
Pemeriksaan alginat hasil isolasi dilakukan menurut USP XXIII (National Formulary XVIII) yang meliputi identifikasi, uji batas mikroba, kadar abu total, susust pengeringan, dan kandungan logam berat. Dilakukan juga pemeriksaan karakteristik selain yang tercantum dalam USP XXIII (National Formulary XVIII) yang meliputi pemerian, viskositas, kelarutan menurut Hanbook of Pharmaceutical Excipients, kejernihan dan spektrofotometri inframerah (IM).
4.5.1 Identifikasi
Identifikasi alginat dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu:
a. Dalam 5 ml larutan (1 dalam 100) ditambahkan 1 ml kalsium klorida. Akan terbentuk segera endapan yang ringan, berbentuk gelatin.
b. Dalam 10 ml larutan (1 dalam 100) ditambahkan 1 ml asam sulfat 4 N. Akan terbentuk suatu massa yang berbentuk gelatin.(11)



4.5.2 Susut Pengeringan
Penetapan susut pengeringan dilakukan dengan menggunakan 1 gram serbuk alginat. Kemudian dilakukan pengeringan pada suhu 105 oC selama 4 jam. Susut pengeringan tidak lebih dari 15 %.(25)
4.5.3 Uji Batas Mikroba
Uji batas mikroba dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob hidup dalam alginat. Dilakukan dengan cara sebagai berikut : ditimbang 22,75 gram Sadouroud Dextrose Agar (SDA) ke dalam 350 ml air suling, kemudian dididihkan sampai larut. Dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer disumbat dengan kapas yang dibungkus kain kasa dan disterilkan pada suhu 121 oC selama 15 menit. Kemudian ditimbang 1 gram zat uji ditambahkan ke dalam 99 ml air (Aqua Pro Injection) bersuhu antara 8 o dan 10o C dalam wadah yang cocok, dicampur sambil digoyangkan hingga sampel basah merata, dibiarkan selama 1 jam pada suhu antara 8 o dan 10o C. Dipanaskan dalam penangas air pada suhu 45 oC ± 1 oC selama 30 menit atau lebih hingga sampel larut sempurna. Dipipet 1 ml sediaan yang diuji, dikocok baik-baik ke dalam masing-masing 2 cawan petri. Segera ditambahkan 15 ml SDA yang telah dicairkan dan dibiarkan hingga suhu 45 oC. Cawan ditutup, dicampur dengan memiringkan atau memutar cawan. Secepat mungkin dibekukan, cawan dibalikkan dan diinkubasi pada suhu antara 30 oC dan 35 oC selama 48 jam. Jika terdapat pertumbuhan, dihitung jumlah koloni masing-masing cawan dan diamati. Jumlah angka kuman tidak lebih dari 200/gram.(24)
4.5.4 Kadar Abu Total
Dipijarkan kurang lebih 4 gram zat yang telah ditimbang dalam cawan platina yang sudah ditara, sehingga residu mengarang sempurna (± 5 menit). Kemudian dipijarkan pada tanur bersuhu 800 oC ± 25 oC hingga semua arang terbakar habis (20 menit- 30 menit). Kadar abu tidak lebih dari 18 %-24 %. (25)

4.5.5 Kandungan Logam Berat
Sebanyak 1 gram alginat dipanaskan dengan 20 ml asam nitrat sampai natrium alginat larut. Pemanasan dilanjutkan sampai volume menjadi 7 ml. Didinginkan pada temperatur kamar dan diencerkan sampai volume 100 ml. Larutan diperiksa dengan spektrofotometri serapan atom.(25)
4.5.6 Pemeriksaan Karakteristik Natrium Alginat Secara Fisika
Pemeriksaan karakteristik natrium alginat secara fisika dilakukan terhadap alginat hasil isolasi dan alginat dari pasaran meliputi pemerian, viskositas, kelarutan dan kejernihan dalam air.
4.5.7 Pemeriksaan Karakteristik Natrium Alginat Secara fisikokimia
Pemeriksaan fisikokimia natrium alginat meliputi spektrofotometri inframerah. Alginat yang berupa serbuk dibuat lempengnya dengan alkali halida yang ditekan. Pada garis besarnya alginat dihaluskan sampai berupa serbuk halus, kemudian sicampur secara matriks dengan KBr (dapat juga digunakan TiBr, CsBr, NaCl, KCl). Selanjutnya campuran ditekan dalam suasana vacum. Pada tekanan tinggi campuran akan terbentuk lempeng KBr getas tembus sinar (transparan), dimana di dalamnya terdapat contoh pada yang terdispersi atau tersuspensi secara homogen.
Cara pembuatan pelet KBr :
a. Dihaluskan kristal KBr murni dalam lumpang
b. Diayak serbuk KBr yang sudah ditumbuk halus
c. Ditimbang KBr halus yang sudah diayak ± 0,1 gram
d. Ditimbang sampel padat kering (bebas air) ± 1 % dari berat kering
e. Dicampurkan KBr dan sampel dalam lumpang sampai tercampur rata
f. Disiapkan cetakan pelet, dicuci bagian sampel base dan tablet frame dengan kloroform.
g. Dimasukkan campuran dalam set cetakan pelet
h. Untuk meminimalkan kadar air hubungkan dengan pompa vakum
i. Cetakan diletakkan pada pompa hidrofobik kemudian diberi tekanan
j. Aktifkan pompa vakum, kemudian diturunkan tekanan dalam cetakan dengan cara membuka kran udara
k. Dilepaskan pelet KBr yang sudah terbentuk
l. Ditempatkan pelet KBr pada tablet holder, maka pelet siap untuk diukur.